Minggu, 02 Juni 2013

KAWIN DAN SEJARAHNYA DI INDONESIA



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sejarah perkembangan hukum Islam di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari sejarah Islam itu sendiri. Membicarakan hukum Islam samalah artinya dengan membicarakan Islam sebagai sebuah agama. Benarlah apa yang dikatakan  Joseph Sacht, tidak mungkin mempelajari Islam tanpa mempelajari hukum Islam. Ini menunjukan bahwa hukum sebagai sebuah institusi agama memiliki kedudukan yang sangat signifikan.
Dalam kaitannya dengan perkembangan hukum Islam pada masa antagonistik ini penting untuk dicatat tentang keberadaan UU Perkawinan. Pada tanggal 16 agustus 1973 pemerintah mengajukan RUU Perkawinan. Sebulan sebelum diajukannya RUU tersebut timbul reaksi keras dari kalangan ummat Islam. Rancangan tersebut sangat bertentangan  dengan ajaran-ajaran Islam dan ada anggapan yang lebih keras lagi, RUU tersebut ingin mengkristenkan Indonesia. Di lembaga legislatif, FPP adalah praksi yang  paling keras menentang RUU tersebut karena bertentangan dengan fikih Islam. Kamal Hasan menggambarkan bahwa semua ulama baik dari kalangan tradisional maupun modernis, dari aceh sampai Jawa Timur menolak RUU tersebut. pada akhirnya semua pasal-pasal yang dianggap bertentangan dengan hukum Isam dihapus.

Menarik untuk dicatat dengan disahkannya UU Perkawinan No. I tahun 1974, hukum Islam memasuki fase baru dengan apa yang disebut fase taqnin (fase pengundangan). Banyak sekali ketentuan-ketentuan fiqh Islam tentang perkawinan ditransformasikan ke dalam UU tersebut kendati dengan modifikasi disan sini.
Perkawinan adalah sunnah nabi, yaitu mencontoh prilaku Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu bagi pengikut Nabi Muhammad yang baik maka mereka harus kawin. Selain mencontoh prilaku Nabi Muhammad, perkawinan juga merupakan kehendak kemanusiaan, kebutuhan rohani dan jasmani.
Perkawinan disyariatkan supaya manusia mempunyai keterunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat, dibawah naungan cinta kasih dan ridho illahi. Perkawinan disyariatkan sejak dahulu, dan hal ini banyak sekali terdapat di dalam ayat al-Qur’an misalnya surat al-Nisa ayat 3 dan surat al-Nur ayat 32. Dalam hal ini ada perbedaan antara agama Islam dan Agama Katolik dan Kristen, yaitu masalah CERAI dan POLIGAMI. Salah satu hal yang perlu kita ketahui adalah perbandingan antara laki-laki dan perempuan, yaitu bahwa orang perempuan itu adalah sebagai jenis manusia yang paling memerlukan pertolongan dan perlindungan. Oleh karena itu, di kala perempuan itu kawin, ada 2 hal yang paling ditakuti yaitu soal cerai dan poligami.
Dalam hal ini menteri mengibaratkan sebagai pesawat terbang yang telah mempunyai peralatan navigasi yang serba komplit dengan crewnya yang cukup. Tetapi pesawat itu tidak diperkenankan terbang kalau tidak dilengakpi dengan’ pntu darurat’, . jadi disamping pintu biasa, pesawat itu harus memiliki pintu darurat. Oleh karena itu, kalau orang hendak keluar/ masuk atau naik pesawat terbang harus melalui pintu biasa, jangan melwati pintu darurat. Kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa, maka pintu darurat itu dibuka, dankesanalah dengan segala persiapan orang baru keluar dari pesawat terbang.
Sehubungan dengan itu Menteri menyatakan poligami dan cerai itu bukan suatu hal yang diperintahkan begitu saja; adanya cerai dan poligami itu seperti halnya perlu adanyapintu daruratbagi suatu pesawat terbang untuk memperoleh ijin mengarungi dirgantara. Selanjutnya Menteri mengajak para anggota dewan untuk “mereka-reka”, pintu darurat itu dalam rancangan Undang – Undang Perkawinan ini.

0 komentar:

Posting Komentar