HUKUM AGRARIA
- Latar Belakang Masalah
Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa sumber daya alam yang
diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan manusia baik yang langsung untuk
kehidupannya seperti misalnya untuk bercocok tnam guna mencukupi kebutuhannya
(tempat tinggal/ perumahan), maupun untuk melaksanakan usahanya seperti tempat
perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana lainnya.
Kendala yang dihadapi adalah pertumbuhan penduduk terus menigkat,
sedangkan ketersediaan tanah yang sangat terbatas. Karena terbatasnya tanah
yang tersedia dan kebutuhan akan tanah semakin bertambah, dengan sendirinya
akan menimbulkan benturan-bentruran kepentingan akan tanah, yang berakibat akan
menimbulkan permasalahan atas tanah. [1]
Karenanya oleh pemerintah kebijaksanaan mengenai tanah ini diatur dalam
berbagai ketentuan – ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam penjajahan
Belanda diatur dalam Agrarische Wet, Agrarissvhe Besluit
dan sebagainya mengenai tanah untuk kepentingan penjajah antara lain perkebunan
– perkebunan yang berada di Wlilayah Indonesia di berikan kepada
perusahaan – perusahaan Belanda.[2]
Demikian juga perlindungan terhadap hak – hak atas tanah diberikan kepada
kaum penjajah seperti hak eigendom adalah hak milik yang mutlak pada umumnya
diberikan kepada kaum penjajah serta diberikan kepastian hukumnya dengan
mendaftar hak – hak terebut dalam suatu daftar, kemudian diberikan tanda bukti
atas tanah tersebut. Sedangkan kepada penduduk pribumi/ rakyat Indonesia
yang tunduk kepada hukum adat tidak diberikan bukti hak atas tanah dan kalaupun
ada hanya berupa bukti pembayaran pajak saja, seperti girik, pipil, kekitir dan
lain sebagainya.
Setelah Indonesia merdeka, keadaan semacam itu dirasakan tidak adil dan
tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan, sehingga setelah melewati waktu yang
lama untuk mempersiapkannya, baru pada tahun 1960 Indonesia berhasil membentuk
peraturan perundang-undangan mengenai pertanahan dalam bentuk undang – undang
yang disebut undang – undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok –
Pokok Agraria yang dikenal dengan UUPA yang mulai berlaku sejak tanggal 24
September 1960.
Fungsi tanah di Negara Indonesia
mempunyai fungsi yang sangat penting dalam rangka mewuudkan kesejahteraan
masyarakat sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Agar bumi, air dan
ruang angkasa dapat berpungsi dengan baik dan tepat, maka pemanfaatannya perlu
diatur dengan undang – undang yang termasuk lingkup hukum agraria.
Dengan demikian bahwa undang-undang pertanahan di Indonesia sudah jelas sebagaimana
yang diatur dalam PP No. 24 tahun 1977 tentang pendaftaran tanah. Namun pada
hakekatnya masyarakat sampai saat ini masih belum menggunakan hak – hak atas
kepemilikan tanah itu untuk didaptarkan dan diberikan tanda bukkti kepemilikannya
baik itu berupa AJB, Akta Hibah, Akta Waris sampai kepada sertifikat disebabkan
adanya kendala-kendala teknis yang dirasakan masyarakat dalam mendaftarkan
tanahnya baik itu berupa ekonomi maupun berupa teknis administrasi yang
dilakukan oleh pihak pejabat pembuat akta tanah (PPAT).
Paper ini akan menjawab beberapa kendala yang ada dalam proses pembuatan
sertifikat
- Apakah masyarakat sudah mengetahui tentang teknis pembuatan sertifikat ?
- bagaimanakah proses pembuatannya yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang’ apakah meringankan masyarakat atau memberatkanya karena tidak sesuai dengan bunyi pasal 19 ayat 4 PP NO. 24 Tahun 1977?
- Kenapa masyarakat tidak banyak yang mendaftarkan tanahnya kepada instansi yang berwenang ?
- Kendala apakah yang dirasakan oleh masyarakat dalam proses pembuatan sertifikat tanah di wilayahnya ?
- Kenapa tingkat mayoritas masyarakat kelurahan karundang tidak membuat sertifikat tanahnya sebagai bukti kepemilikan ?
- Maksud dan Tujuan
Maksud dibuatnya Paper ini untuk menjawab beberapa kendala yang ada
dimasyarakat dalam proses pembuatan sertifikat khususnya di Kel. Karundang dan
umumnya masyarakat Indonesia
sebagaimana hal tersebut diatas.
Masyarakat pada umumnya tidak
mengerti tentang teknis pembautan sertifikat dengan alasan prosesnya yang
sangat rumit dari pejabat yang berwenang atau sengaja dipersulit oleh mereka
untuk mendapatkan finansial yang lebih besar dari masyarakat yang mengurus
proses pembuatan sertifikat tanah.
Tujuannya adalah untuk menjamin kepastiah hukum hak – hak atas tanah.
Jaminan kepastian hukum hak – hak atas tanah harus mengetahui beberapa hal yang
meliputi meliputi :
a.
Agar masyarakat mengetahui tentang proses pembuatan
sertifikat tanah
b.
Agar proses pembuatan tanah yang dilakukan oleh pejabat
yang berwenang tidak menyulitkan masyarakat dan tidak bertentangan dengan PP No. 24 tahun 1977 pasal 19 ayat 4.
c.
Agar masyarakat berupaya untuk mendaftarkan tanahnya
kepada instansi yang berwenang dalam
memperoleh tanda bukti kepemilikannya terhadap tanah berupa sertifikat.
d.
Agar masyarakat mengetahui tentang pentingnya sertifkat
tanah sebagai tanda bukti yang sah dalm kepemikian tanah.
e.
Agar masyarakat Kel. Karundang berupaya semaksimal
mugkin untuk membuat sertifikat tanahnya.
C.
Sistematika penulisan
Dalam penulisan PAPER ini
menggunakan sitematika yang efektif dan efisien. 1. methode Wawancara 2.
methode studi pustaka
Sistematika penulisannya
adalah
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
- Maksud dan Tujuan
- Sistematika Penulisan
BAB II PROSES PEMBUATAN HAK ATAS
TANAH
- Pengertian Pendaftaran Tanah
- Dasar hukum Pendaftaran Tanah
- Proses Pembuatan Sertifikat Tanah
(Studi
terhadap Proses Pembuatan Sertifikat Tanah di Kelurahan Karundang Kec. Cipocok
Jaya kab. Serang.)
- Kendala yang dihadapi oleh masyarakat dalam Pembuatan Sertifkat tanah di Kelurahan Karundang Kec. Cipocok jaya kab. Serang.
BAB III PENUTUP
- Kesimpulan
- Penutup.
BAB
II
PROSES
PEMBUATAN SETIFIKAT TANAH
(Proses
Pembuatan Sertifikat tanah di Kel. Karundang Kab. Serang)
- PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH
Pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik
dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah
dan satuan-satuan rumah susun, termasuk
pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada
haknya dan hak milik atas satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda
bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas
satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.[3]
Secara umum pengertian pendaftaran tanah disebutkan dalam pasal 19 ayat 2
UUPA. Hal itu dilakukan oleh Pemerintah untuk menjamin kepastian hukum di
seluruh wilayah Republik indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan Pemerintah.[4]
Dalam pasal 1 angka 1 PP No. 24 tahun 1997, disebutkan bahwa yang
dimaksud pendaftaran tanah adalah:
“ Rangkaian kegitan yang dilakukan oleh Pemeintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan
daftar, emngenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk
pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang sudaha da
haknya dan hak milik atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya.”[5]
Sesuai dengan pengertian tersebut diatas dapat diketahui bahwa kegiatan
pendaftaran tanah dilakukan dalam bentuk peta dan daftar. Demikian juga dapat
kita ketahui bahwa salah satu rangkaian kegiatan pendaftaran tanah adalah
pemeliharaan data fisik dan data yuridis yang juga dilakukan dalam bentuk peta
dan daftar yang memuat data fisik dan data yuridis dari bidang-bidang tanah.
Dari uraian diatas bahwa kegitan pendaftaran tanah memeliahra data fisik
dan data yuridis, selanjutnya apa yang disebut data fisik dan data yuridis.
- Data Fisik
Yang dimaksud dengan data fisik
sebagaimana dimaksud dalam ketentusn pasal 1 Peraturan Menteri Negara Agraria /
Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa data
fisik adalah keterangan emngenai letak, batas dan luas bidang-bidang tanah dan
satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan
atau bagian bangunan diatasnya.
Dari definisi tersebut diatas, dapat diketahui bahwa yang menjadi
objek-objeknya adalah bidang tanah dan satuan rumah susun, dan keterangan yang diperoleh terhadap objek
tersebut adalah mengenai letak, batas, luas serta bangunan yang ada diatasnya.
- Data Yuridis
Yang dimaksud dengan data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum
bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak
pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.
Penyajian data yuridis dilakukan oleh Kantor Pertanahan, dengan cara
menyelenggarakan tata usaha pendaftaran tanah dalam daftar umum. Daftar umum
ini terdiri dari peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, dan daftar nama
(pasal 33).
Setiap orang yang berkepentingan berhak mengetahui atau mendapatkan
informasi tentang data yuridis yang tersimpan didalam peta pendaftaran, daftar
tanah, surat
ukur dan buku tanah. Informasi tersebut dapat diberikan baik secara visual
maupun secara tertulis (pasal 34 ayat 1 PP No. 24 tahun 1997 jo pasal 187
Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN no. 3 tahun 1997).
Sedang data yuridis yang tercantum dalam daftar nama hanya terbuka bagi
instansi Pemerintah tertentu untuk keperluan pelaksanaan tugasnya. Informasi
ini dapat diberikan melalui permintaan yang menyebutkan keperluan tersebut dan
setelah disetujui oleh Kepala kantor Pertanahan (pasal 34 ayat 2 PP No. 24
tahun 1997 jo pasal 191 PMNA/ Kepala NPN no. 3 tahun 1997).
B.
DASAR HUKUM
PENDAFTARAN TANAH.
1.
Undang – Undang No. 5 Tahun 1960 (UUPA).
Pendaftaran tanah diatur dalam pasal 19 UUPA. Ketentuan
pasal ini menyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hukum, oleh pemerintah
diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah tentang pendaftaran
tanah tersebut meliputi :
1.
Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah.
2.
Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak
tersebut.
3.
Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat.
Selanjutnya, dalam pasal 23 UUPA ditentukan, hak milik, demikian juga
setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus
didaftarkan menurut ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19 UUPA. Pendaftaran
tersebut merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta
sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut. Pasal 32 UUPA mengatur
pendaftaran hak guna usaha, dan pasal 38 UUPA mengatur pendaftaran hak guna
bangunan. Tetapi rumusan kedua pasal tersebut tidak ditulis lagi disini karena
sudah sejajar dengan rumusan pasal 23 UUPA.
2.
Peraturan Pemerintah no. 24 Tahun 1997
Peraturan ini merupakan peraturan pelaksanaan dari Pasal 19 UUPA tentang
Pendaftaran tanah dans ebagai pengganti peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961.
Dalam Peraturan Pemerintah yang baru diatur hal-hal sebagai berikut :
1.
Asas dan tujuan pendaftaran tanah.
2.
Penyelenggara dan pelaksana pendaftaran tanah.
3.
Onjek pendaftaran tanah.
4.
Satuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah.
5.
pelaksana pendaftaran tanah untuk pertama kali.
6.
Pengumpulan dan pengelolaan data fisik.
7.
Pembuktian hak dan pembukuannya.
8.
Penerbitan sertifikat
9.
Penyajian data fisik dan data yuridis.
10. Penyimpanan daftar fisik dan dokumen.
11. Pendaftaran
peralihan dan pembebanan hak.
12. Penerbitan
sertifikat pengganti.
13. Biaya
Pendaftaran tanah.
14. Sanksi
hukum.
Selanjutnya dalam pelaksanaan dijabarkan kembali pada peraturan kepala
Badan Pertanahan Nasional untuk mekanisme operasionalnya.
3.
Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
4.
Peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan dari
Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 yang sudah ada, sepanjang tidak
bertentangan atau tidak diubah atau tidak diganti berdasarkan PP No. 24 tahun 1997
(pasal 64 PP No. 24 tahun 1997).
5.
Peraturan Menteri Agraria/ Kepala BPN No. 3 tahun 1997
tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang
pendaftaran tanah, mulai berlaku tanggal 1 oktober 1997.
Sedangkan perundang-undangan lain yang tidak dicabut, tetapi masih
berlaku, hanya harus disesuaikan dengan peraturan pemerintah dan peraturan
Menteri Agraria / kepala Badan Pertanahan nasional diatas. Hal ini sebagaimana
dinyatakan dalam pasal 64 PP No. 24 tahun 1997 yang berbunyi sebagai berikut :
1.
Dengan berlakunya peraturan pemerintah ini, semua
peraturan perundng-undangan sebagai pelaksanaan PP No. 10 tahun 1961 yang telah
ada tetap masih berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau diubah atau diganti
berdasarkan peraturan pemerintah ini.
2.
Hak –hak yang didaftar serta hal-hal lain yang
dihasilkan dalam kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan ketentuan Peraturan
pemerintah No. 10 tahun 1961, tetap sah
sebagai hasil pendaftaran tanah menurut peraturan pemerintah ini.
Dasar hukum pendaftaran hak-hak atas tanah adalah sebagai berikut :
a.
Pasal 23 UUPA mengenai pendaftaran tanah hak milik;
b.
Pasal 32 UUPA mengenai pendaftaran hak guna usaha;
c.
Pasal 38 UUPA mengenai pendaftaran hak guna bangunan;
d.
Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria No. 1 tahun 1966 mengenai
pendaftaran hak pakai dan hak pengelolaan.
e.
Pasal 4 ayat 3 PP No. 24 tahun 1997 tentang kewajiban
mendaftar setiap bidang tanah tersebut.
Dalam penjelasa umum UUPA disebutkan bahwa pasal 23, 32 dan 38 ditujukan
kepada para pemegang hak yang bersagkutan dengan maksud agar mereka memperoleh
kepastian tentang haknya itu selanjutnya dinyatakan bahwa: “ sesuai dengan
tujuannya yaitu untuk memberikan kepastian hukum, maka pendaftaran tanah itu
diwajibkan bagi para pemegang hak yang bersangkutan. Jika tidak diwajibkan maka
diadakannya pendaftaran tanah, yang terang akan memerlukan banyak tenaga, alat
dan biaya itu, tidak akan ada artinya sama sekali”. (penjelasan umum angka IV).
Pasal 4 ayat 3 PP No. 24 tahun 1997 menyebutkan “ untuk mencapai tertib
administrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf c, setiap bidang tanah
dan satuan rumah susun, termasuk peralihan, pembebasan dan hapusnya hak atas
bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftar.
- PROSES PEMBUATAN SERTIFIKAT TANAH
(Studi terhadap Proses Pembuatan Sertifikat Tanah di Kelurahan Karundang
Kec. Cipocok Jaya Kab. Serang)
Pengertian dengan hak milik dapat diartikan hak yang dapat diwariskan
secara turun – temurun secara terus menerus dengan tidak harus memohon haknya apabila
terjadi perpindahan hak sebagaimana diatur dalam pasal 570 KUHPerdata.[6]
Tata cara perolehan hak atas tanah diartikan sebagai pemberian,
prpanjangan, pembaharuan dan perubahan hak atas tanah. Yang dimaksud dengan
hak-hak atas tanah sebagaimana dituturkan dalam pasal 16 UUPA. Pemberian hak
atas tanah adalah pemberian hak atas tanah yang dikuasai langsung oleh ngara
kepada seseorang atau beberapa orang bersama-sama atau suatu badan hukum.
Mengingat hal tersebut diatas tentang pemberian hak atas tanah di
kelurahan Karundang masih dalam tarap yang minim dalam arti bukti
kepemilikannya masih hanya menggunakan kikitir atau hanya Segel saja. Hal ini disebabkan minimnya pengetahuan
mereka tentang hal itu dan atau disebabkan faktor dana yang tidak memadai.
Pengetahuan mereka tentang kepastian hak atas tanah atau teknis
pembuatannya masih sangat diragukan disebabkan kurangnya sosialisasi dari
aparat pemerintahan khususnya Kelurahan karudang Kec. Cipocok Jaya kab. Serang
dan umumnya masyarakat Indonesia.
Dalam kepemilikan hak atas tanah di kelurahan karundang masih digunakan
menurut hukum adat sebagai tanda buktinya masih digunakan yang berupa Girik/
Pipil, Kekitir, Petok D, letter C dan sebagainya. Asumsi mereka bahwa bukti
kepemilikan hak atas tanah yang berupa AJB, Akta hibah, Akta Waris, dan
sertifikat masih sulit diperoleh disebabkan minimnya pengetahuan mereka tentang
hal itu. Penyebab itulah masih banyak di Kelurahan karundang yang belum mendapat
bukti hak atas tanahnya yang mempunyai kekuatan hukum tetap, seperti sertifikat.
Oleh sebab itu perlu diketahui bahwa teknis permohonan hak itu sangat
penting bagi masyarakat pada umumnya khususnya masyarakat Kelurahan Karundang
Kec. Cipocok Jaya Kab. Serang.
Tata cara permohonan hak
Tata cara permohonan hak – hak atas tanah yang dimaksud dalam pasal 16
UUPA meliputi:
1.
Hak Milik
a.
Kewenangan Menteri Agratia/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional :
1). Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional memberi keputusan mengenai pemberian dan pembatalan hak atas tanah
yang tidak dilimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kantor Wilayah badan
Pertanahan Nasional dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud dalam bab II dan Bab III Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN
no. 3 Tahun 1999.
2). Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan
Nasional memberi keputusan mengenai pemberian dan pembatalan keputusan
pemberian hak atas tanah yang telah dilimpahkan kewenangannya kepada Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten
/ Kota sebagaimana dimaksud dalam Bab II dan Bab III Peraturan Menteri Negara
Agraria No. 3 Tahun 1999 tersebut. Dan apabila atas laporan Kepala Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi hal tersebut diperlukan berdasarkan
keadaan lapangan.
b. Tata Cara Permohonan Hak Milik
Menurut
ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Agraria/ Kepala BPN No. 9
Tahun 1999, permohonan hak milik tersebut oleh pemoho diajukan secara tertulis
Kepada menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (Sekarang
Kepala Badan Pertanahan Nasional) melalui Kepala kantor Pertanahan Kabupaten /
Kota tempat letak tanah yang bersangkutan. Permohonan hak milik tersebut
memuat:
Keterangan
mengenai pemohon:
a.
Apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat
tinggal, dan pekerjaan serta keterangan mengenai istri/ suami dan anaknya yang
masih menjadi tanggungannya.
b.
Apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan akta atau
peraturan pendiriannya, tanggal dan Nomor Surat Keputusan Perusahaan oleh
pejabat yang berwenang tentang penunjukannya sebagai badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik berdasarkan
ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Keterangan mengenai tanahnya yang
meliputi data yuridis dan data fisik
a). Dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa
girik, surat
kavling, surat-surat bukti atas tanah yang telah dibeli dari pemerintah,
putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak dan surat-surat bukti
perolehan tanah lainnya.
b). Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau gambar
situasi).
c). Jenis tanah (pertanian/non pertanian).
d). Rencana penggunaan tanah.
e). Status tanahnya (tanah hak atau tanah negara).
Keterangan
lain-lain
a). Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan
status tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yag dimohon;
b. Keterangan lain yang dianggap perlu.
c. Biaya
Adapun biaya yang harus dikeluarkan dalam proses permohonan hak milik
meliputi :
a). Biaya pemeriksaan tanah yang akan dilakukan oleh
Panitia A Kabupaten/Kota;
b). Biaya pengukuran;
c). Biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB);
d). Uang pemasukan kepada negara;
Ketntuan mengenai pembayaran Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ini diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997
yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 dimana Biaya Perolehan Atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB) ditetapkan sebesar 5 % (lima persen) dari nilai objek
pajak.
Sedangkan untuk besarnya uang pemasukan kepada negara untuk pemberian Hak
milik ditetpkan dalam peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN No. 4 THUN
1998 Jo No. 6 Tahun 1998 dengan rumus :
Untuk tanah pertanian :
1). Sampai dengan seluas 2 ha : 0 % X luas tanah X harga dasar.
2). Lebih dari 2 ha sampai dengan 5 ha : 2 % X luas tanah X harga dasar
3). Lebih dari 5 ha: 5 % X luas tanah X harga dasar.
Untuk tanah nonpertanian :
1). Sampai dengan luas 200 M2 : 0% X luas tanah X harga tanah
2). Lebih dari 200 M2 sampai dengan 600 M2 : 2% X luas tanah X harga
dasar.
3). Lebih dari 600 M2 sampai dengan 2000 M2: 4% X luas tanah X harga
dasar.
4). Lebih dari 2000 M2 : 6% X luas tanah X harga dasar.
2. Hak Guna Usaha
a. Wewenang
Pemberian Hak Guna Usaha.
Mengenai kewenangan pemberian hak guna usaha semula
berdasarkan pasal 3 peraturan mendagri NO. 6 Tahun 1972 ditetapkan kewenangan Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi {dahulu gubernur kepala daerah
tingkat 1} dalam proses hak guna usaha terbatas pada tanah yang luasnya 25 Hektar
dan jangka waktunya tidak lebih dari 35 tahun serta peruntukannya bukan untuk
tanaman keras, yang selanjutnya berdasarkan peraturan kepala BPN No. 16 tahun
1990 kewenangan tersebut ditingkatkan dari tadinya 25 ha menjadi 100 ha dengan
jangka waktu sesuai dengan apa yang diatur dalam hukum agraria yaitu diberikan
jangka waktu 30 – 35 tahun . berdasarkan peraturan Menteri Negeri Agraria /
kepala BBN No. 2 Tahun 1993, ditentukan bahwa batas maksimum yang dapat
diberikan oleh kantor wilayah badan pertanahan nasional propinsi ialah 200 ha,
sedangkan luas yang lebih dari 200 ha merupakan kewenangan menteri negara
agraria / kepala badan pertanahan nasional, adapun jangka waktu proses
pemberian hak guna usaha dimaksud berdasarkan pasal 7 ayat 4 huruf f harus
dapat diselesaikan dalam jangka waktu 10
hari.
Selanjutnya
berdasarkan peraturan menteri negara agraria / kepala BBN No 3 tahun 1999
tentang pelimpahan kewenangan pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara,
untuk hak guna usaha tidak mengalami perubahan dengan kata lain yang menjadi
kewenangan badan pertanahan nasional pusat, ialah untuk tanah yang luasnya
lebih dari 200 ha. Sedangkan untuk tanah di bawah 200 ha, menjadi kewenangan
kepala kanyor wilayah badan pertanahan nasional propinsi.
B tata cara permohonan hak guna
usaha
Tata
cara permohonan hak guna adalah sebagai berikut :
1). permohonan hak guna usaha diajukan secara
tertulis kepada menteri {sekarang kepala badan pertanahan nasional } melalui
kepala kantor wilayah badan pertahanan nasional setempat dengan tembusanya
disampaikan kepada kepala kantir pertahanan kabupaten / kota daerah letak tanahnya {pasal 18 jo.
Pasal 20 peraturan menteri negara Agraria / kepala BPN No. 9 tahun 1999}.
2). permohonan
tersebut memat mengenai identitas pemohion, keterangan mengenai data fisik dan
yuridis dari tanahnya, serta keterangan lain yang dianggap perlu.
3). permohonan
dimaksud juga harus dilampiri dengan {pasal 19 peraturan menteri negara Agraria
/ kepala BPN No. 9 tahun 1999}
A). foto copy identitaspemohon atauakta pendirian
perusahaan yang telah memperoleh pengesahan dan telah didaftarkan sebagai badan
hukum ;
B). Rencana
perusahaan tanah jangka waktu pendek atau jangka waktu panjang;
C). ijin
lokasi atau surat persetujuan pengguna tanah
atau surat ijin
pencadangan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah ;
D). bukti
pemilikan dan atau bukti perolehan tanah berupa pelepasan kawasan hutan dari
instansi yang berwenang , akta pelepasan bekas tanah milik adat atau wenang surat surat
bukti perolehan tanah lainya.
E). persetujuan penanaman modal dalam negeri {PMDN}
atau menanaman modal asing {pma} atau surat persetujuan dari
presiden bagi penanaman modal asing tertentu.
C). Biaya
Adapun biaya yang harus dikeluarkan dalam proses permohonan hak guna
usaha ini meliputi :
- biaya pemeriksaan tanah dilakukan oleh panitia pemeriksaan tanah B propinsi setempat
- . biaya pengukuran
- . biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan
- . uang pemasukan kepada negara .
- ketentuan mengenai pembayaran BPHTB ini diatur dalam UU No.21 tahun 1997 yang telah diubah dengan UU No.20 tahun 2000,dimana besarnya BPHTB ditetapkan 5 % dari nilai objek pajak kena pajak
sedangkan untuk besarnya uang pemasukan yang harus dibayar ditetapkan
dalam Peraturan Menteri Negara Agraria / kepala badan pertanian nasional No. 4
tahun 1998 jo . No. 6 tahun 1998.
Rumus
A). untuk jangka waktu 35 tahun :
-dari seluas 5 ha sampai dengan 25 ha : 0,5 % x luas tanah x harga dasar
-lebih dari 25 ha sampai dengan 3000 ha : 0,75 % x luas tanah x harga
dasar
-lebih dari 300 ha sampai dengan 10.000 ha : 2,5 % x luas tanahharga
x dasar
-lebih dari 10,000 ha : 3,75 x luas tanah x harga dasar
B} untuk jangka waktu kurang dari 35 tahun
Jangka waktu HGU yang diberikan
x perhitungan rumus
35 huruf a diatas
3. Hak guna bangunan
Dalam tata cara permohonan hak guna bangunan yang perlu diperhatikan
,adalah :
1 . pejabat yang berwenanag memberikan hak guna bangunan, sesuai dengan
peraturan menteri negara Agraria /kepala badan pertanahan nasional No . 3 tahun
1993:
A). pemberian hak guna bangunan atas tanah yang
luasnya tidak lebih dari 2.000 M2 dan semuanya pemberian hak guna bangunan atas
tanah hak pengelola , kewenangan untuk memberikan keputusan ada pada kepala
kantor pertanahan kabupaten / kota.
B} pemberian hak guna bangunan atas tanah yang luas
lebih dari 2. 000 M2 tapi tidak lebih dari 150.000 M2 kewenangan memberi
keputusan ada pada kepala kantor wilayah badan pertanahan nasional propinsi
C). pemberian
hak guna bangunanatas tanah yang luasnya lebih dari 150.000 M2, kewenangan
membei keputusan ada pada kepala badan pertanahan nasional
2. tata cara permohonan hak guna bangunan
Pemberian hak atas tanah merupakan penetapan
pemerintah yang memberikan sesuatu hak atas tanah negara, termasuk perpanjangan
jangka waktu hak, pembaruan hak, perubahan hak, juga pemberian hak di atas
tanah hak pengelola.
Permohonan untuk memperoleh hak guna bangunan diajukan
oleh pemohon kepada pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
menteri negara Agraria kepela badan pertahanan nasional No .3 tahun 1999,
secara tertulis dengan menggunakan formulir permohonan dengan melampirkan
keterangan- keterangan mengenai :
A} keterangan mengenai pemohon :
1} perorangan
Nama.umur , kewarganegaraan, tempat tinggal , pekerjaan ,serta keterangan
mengenai istri / suami serta anak yang masih menjadi tanggungan ;
2} badan hukum
Nama badan hukum, tenpat kedudukan akta atau akta pendirian badan hukum
tersebut sesua ketentuan yang berlaku.
B} keterangan mengenai tanahnya :
1} status tanah {tanah hak atau tanah negara }
2} letak, batas dan luasnya {surat
ukur / gambar situasi }
3} jenis tanah {tanah pertanian / non pertanian }
4} Rencana penggunaan tanah
5} daftar pengusaha atau alas haknya { dapat berupa sertifikat, girik,
surat kavling, surat –surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah /
tanah yang telah dibeli dari pemerintah ,putusan pengadilan ,akta PPAT,akta
pelepasan hak dan lain – lain
C}lain –lain
1} keterangan mengenai jumlah bidang , luas dan setatus tanah yang sudah
di miliki pemohon
2}keterangan lain yang dianggap perlu.
Permohonan hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dapat digolongkan juga
dalam :
A}Non faselitas penanaman modal
B} faselitas penanaman modal
Untuk non fasilitas penanaman modal, persyaratan yang dilampirkan sebagai
mana tersebut diatas , namaun untuk permohonan dengan fasilitas penenaman modal
selain persyaratan tersebut di atas formulir permohonan harus dilampiri pula
dengan :
-
Rencana penguasaan tanah jangka pendek dan jangka
panjang ;
-
- ijin lokasi / ijin penggunaan tanah atausurat lain
pencadangan tanah sesuairencana tata ruang wilayah ;
-
Persetujuan penanaman modal asing { PMA} atau surat persetujuan prinsip
dari depertemen teknis bagi non PMDN atau PMDN
-
Permohonan hak guna bangunanberikut lampiran lampiranya
diajukan kepada kepala badan pertahanan nasional melalui kepala kantor
pertahanan setempat setelah berkas permohonan diterima, kepala kantor
pertahanan : -
-
Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan
data fisik untuk dikabulkan atau ditolak permohonanya ;
-
Mencatat dalam formulir isian ;
-
Memberikan tanda terima berkas permohonan ;
-
Memberitahukan kepada pemohon berapa biaya yang harus
dibayar oleh pemohon bila permohonan dikabulkan ;
-
Apabila permohonanbelum melampirkansurat ukur atau
gambar situasinya , maka kepala kantor pertanahan memerintahkan kepada kepada
kepala seksi pengukurandan pendaftaran tanah untuk melakukan pengukuran ;
-
Kepala kantor pertanahan memerintahkan kepala seksi hak
atas tanah untuk memeriksa permohonan tersebut oleh tim penelitian tanah /
panitia pemeriksa tanah a menuangkan hasil menuangkan hasil pemeriksaan tanah ;
-
Dalam hal data yuridis dan data fisik belum lengkap
kepala kantor pertanahan memberitahukan kepada pemohonan untuk melengkapinya.
-
Dalam hal keputusan pembrian hak guna bangunan telah
dilimpahkan kepada kepala kantor pertanahan setelah mempertimbamgkan pendapat seksi
hak hak atas tanah atau tim / panitia pemeriksaan A, kepala kntr
pertanahanmenerbitkan keputusan pemberian hak guna bangunan atau keputusan
penolakan disertai alasan – alasanya{ pasal 37 ayat {5} peraturan mentri negara
Agraria / kepala BPN No . 9 tahun 1999.
Dalam hal keputusan pemberian hak guna bangunan tidak
dilimpahkan kepada kepala kantor pertanahan, maka kepala kantur pertanahan yang
bersangkutan menyampaikan kepada kepala kantor wilayah propinsi disertai dengan
pertimbangannya {pasal 37 ayat {6} peraturan menteri negara Agraria /kepala BPN
No. 9 tahun 1999. kepala kantor wilayah, mencatat dan meneliti berkas
permohonan dan menerbitkan kuputusan pemberian hak atau keputusan penolakan
apabila hal itu merupakan kewenanganya.
Dalam hal kewenangan ,menerbitkan keputusan pemberian
hak ada pada kepala badan pertanahan nasional, maka kepala kantor wilayah badan
pertanahan nasional memerintahkan pejabat yang ditunjuk untuk mencatat dan
meneliti data kelengkapan data yuridis dan data fisik. Apabila berkas
permohonan sudahlengkap, maka dengan memperhatikan pertimbangan kepala kantor
pertanahan dan lepala kantor wilayah badan pertanahan nasional serta yang
berlaku, kepala badan pertahanan nasional menerbitkan keputusan pemberian hak
guna bangunan atau keputusan penolakan.
3. Biaya
a. Biaya yang harus dikeluarkan dalam rangka proses
permohonan hak guna bangunan meliputi :
- Biaya pembelian formulir,
- Biaya pemeriksaan tanah yang dilakukan oleh panitia pemeriksa tanah A;
- Biaya pengukuran ;
- Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
{BPHTB}sesuai dengan UU No. 21 tahun 1997 jo. UU No. 20 tahun 2000.
- Uang
pemasukan kepada negara sesuai ketentuan peraturan menteri negara Agraria /
kepala BPN No. 4 tahun 1998 jo No. 6 tahun 1998.
b. Rumus pengenaan uang pemasukan atas pemberian hak guna bangunan
1} Jangka waktu 30 tahun
- sampai dengan luas 200 M2 : 0 % x luas tanah x harga
dasar
- lebih dari 200 M2sampai dengan 600 M2 : 1 % x luas tanah x harga dasar.
- lebih dari 600 sampai dengan 2.000 M2 :2 % x luas tanah x harga
dasar
- lebih dari 2.000 M2 : 3 % x luas tanah x harga
dasar.
2} jangka waktu kurang dari 30 tahun :
Jangka waktu HGB yang
diberikan x perhitungan rumus
30 huruf 1 diatas
3} peningkatan hak pakai {HP}menjadi HGB,maka jumlah uang pemasukan
sebagaimana dimaksudkan rumus 1} dan 2} atas dikurangi dengan jumlah yang
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Umur hak pakai yang
bersangkutan x uang jangka
Pemasukan untuk HP waktu HP
4} uang pemasukan ditetapkan 0 % untuk pemberian hak guna bangunan diatas
tanah :
- hak pengelolaan.
- dibeli atau dibebaskan haknya dari pemerintah .
- atau hak milik yang telah dibebaskan atau yang telah dibebaskan atau
kepunyaan pemohon sendiri.
5} hak pakai
Tata cara permohonan hak pakai
Permohonan hak pakai diajukan secra tertulis kepada menteri negara
Agraria / kepala badan pertanahan nasional melalui kantor pertanahan yang
daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan .
Permohonan tersebut memuat :
A keterangan mengenai pemohon
1} perorangan
Nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal , pekerjaan, serta keterangan
mengenai istri / suami serta anak yang masih menjadi tanggungan ;
2} badan hukum
Nama badan hukum, tempat kedudukan akta atau pendirian badan hukum
tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.
B keterangan mengenai tanahnya
1} data yuridis
Sertifikat, girik, surat kavling, bukti
pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau yang dibeli dari
pemerintah ,akte pelepasan putusan pengadilan , dan surat
surat bukti
perolehan tanah lainya
c.
surat
keterangan lain bila yang dianggap perlu
d.
surat
pernyataan permohonan mengenai jumlah bidang luas dan setatus
5. Hak pengelola
Tata cara untuk memperoleh hak pengelola adalah dengan urutan sebagai
berikut :
a. pemohon
mengajukan permohonan untuk memperoleh hak pengelolaan kepada kepala badan
pertanahan nasional melalui kepala kantor pertanahan kabupaten / kota , yang selanjutnya di
proses melaluipanitia pemeriksaan tanah {A}dan di teruskan kepada kepala kantor
wilayah badan pertanahan nasional propinsi yang disertai pertimbangan
–pertimbangan mengenai subjek dan objek.
b. setelah kepala kantor wilayah badan pertanahan
nasional propinsi menelitidan memeriksa permohonan tersebut, selanjutnya apabila
memenuhi syarat kelengkapan, oleh kepala kantor wilayahbadanpertanahan propinsi
menyampaikan kepada kepala badan pertanahan nasional untuk mendapatkan
keputusan.
c. setelah menerima permohonandari kepala kantor
wilayah badan pertanahan propinsi, badan pertanahan nasional melalui deputi
bidang pengkajian hukum pertanahan akan menyiapkan suratkputusan pemberian hak
pengelolaan untuk di tanda tanggani oleh kepala badan pertanahan nasional .
d. pemohon setelah menerima surat
keputusan hak pengelolaan , selanjutnya didaftarkan pada kantor pertanahan
kabupaten / kota
daerah letak tanah, selanjutnya akan di terbitkan sertifikat.
e. hak pengelolaan diberikan tidak dikenakan uang
pemasukan kepada negara , dikenakan biaya administrasi.[7]
Setelah hal-hal tersebut diatas dipenuhi oleh yang bersangkutan maka hal
lain yang harus dilengkapi dalam permohonan
pengukuran adalah:
1.
Surat
Permohonan Pengukuran
2.
Fotocopy Surat Keterangan tentang Penguasaan Tanahh
(Girik, Akta Peralihan, Jual Beli, Hibah, Waris, Tukar Menukar, Surat Ijin
Menggarap, Ket. Tanah Garapan dari Desa)
3.
Fotocopy KTP asli Pemilik.
4.
Fotocopy Ijin Lokasi (bila permohonan tersebut untuk
lokasi industri/pemukiman).
5.
Surat Pernyataan Pemilik bahwa tanda-tanda batas tanah
secara permanen telah terpasang (Tembok, Pagar, pilar Besi, Pilar Beton) dan
tanah tidak dalam keadaan sengketa (bermaterai 6.000).
6.
Fotocopy Site Plan bagi Perusahaan Pembangunan
Perumahan / Tanha Kavling.
7.
Surat Kuasa apabila tanah tersebut diurus oleh pihak
lain (bermaterai Rp. 6.000;) disertai potocopy KTP asli penerima kuasa.
Dalam pelaksanaan pengukuran agar dihadiri oleh pemilik, para tetangga
batas dan Pamong Desa yang bersangkutan.
Bila ternyata tanda batas belum / tidak terpasang, tidak akan dilakukan
pengukuran. [8]
Permohonan Sertifikat
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan Sertifikat :
1.
Mengisi formulir permohonan yang berada di BPN
2.
Girik/ Kikitir, Seel Perolehan. Akta Peralihan Hak
(kalau ada) apabila tidak ada surat
buku tertulis dapat dengan kesaksian dari 2 (dua) orang anggota masyarakat/
ketua desa setempat yang berisi riwayat perolehan tanah itu diketahui kepala
Desa dan Camat.
3.
Surat
keterangan riwayat tanah yang dibuat oleh kepala Desa yang dikuatka oleh camat
dan menerangkan pula bahwa tanah tersebut statusnya milik adat.
4.
Photocopy bukti pembayaran PPH bagi yang terkena pajak
penghasilan.
5.
Photocopy KTP / WNI Pemohon.
6.
Hasil Ukur berupa gambar situasi/ surat ukur dari kantor pertanahan
SYARAT-SYARAT YANG HARUS DIPENUHI
1. Mengisi permohonan {formulir disediakan }
2. Girik / kekitir sebelum 24 september 1960 dan atau
segel tanggal 24 september 1960
3. surat keterangan
kepala desa yang dikuatkan camat yang membenarkan surat keterangan pada huruf {f}
4. surat
keterangan warisan / kuasa dan lain-lain jika diperlukan
5. akta peralihan hak jika terjadi peralihan hak
6. hasil ukur berupa gambar situasi / surat ukur dari kantor pertanahan
7. foto copy KTP / WNI pemohon
8. surat
keterangan tidak sengketa dari kepala desa diketahui camat
9. foto copy pembayaran pph bagi yang terkena pajak penghasilan
10. foto copy bukti lunas pembayaran PBB[9]
Setelah persyaratan itu dipenuhi maka proses pembuatan sertifikat akan
dikeluarkan setelah hal itu dilengkapi dan menunggu jangka waktu selama 6
(enam) bulan sampai penerbitan Sertifikat setelah tanggal penerimaan berkas
dilakukan oleh BPN Kabupaten.
Menurut PP No. 24 tahun 1997, Sertifikat adalah Surat Tanda Bukti Hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Ayat (2)
huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, tnah
milik atas satuan rumah susun dan hak bangunan yang masing-masing sudah
dibukukan dalam Buku Tanah yang
besangkutan. Menurut PP No. 10 Tahun 1961, yang disebut Sertifikat adalah
salinan buku Tanah dan Surat Ukur yang dijahit menjadi satu bersama-sama dengan
suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh menteri agraria. Dengan
demikian Sertifikat Tanah terdiri atas :
v
Salinan Buku Tanah
v
Salinan Surat
Ukur
v
Kertas Sampul
Demikianlah tata cara dalam pembuatan sertifikat tanah yang harus
dilakukan oleh setiap masyarakat
khususnya masyarakat Kelurahan Karundang Kecamatan Cipocok Jaya Kab.
Serang.
- KENDALA YANG DIHADAPI OLEH MASYARAKAT DALM PEMBUATAN SERTIFIKAT TANAH DI KELURAHAN KARUNDANG KEC. CIPOCOK JAYA KAB. SERANG.
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang pengetahuan dan tingkat
pemikirannya berbeda-beda dalm mmahami sebuah permasalahan yang ada terutama
masyakat Kelurahan Karundang dimana latarbelakang mereka yang banyak
dipengaruhi oleh budaya dan pengetahuan yang masih snagat minim. Oleh sebab itu
asumsi mereka tentang implementasi pembuatan sertifikat tanah masih jarang yang
melakukan disebabkan tingkat pengetahuannya masih dipengaruhi oleh pemahaman
mistisme dan penjajahan Belanda.
Hal ini sangat mempengaruhi terhadap kinerja dan pemikiran mereka
terhadap apa yang mereka hadapi terutama mengenai hal-hal yang bersifat rumit
seperti Pembuatan Sertifikat Tanah.
Masyarakat kelurahan Karundang yang tingkat pendidikannya masih rendah
dan jarang melanjutkan ke tingkat Pergururan Tinggi dan selalu banyak menerima
apa adanya dan hal itulah yang menyebabkan tingakat pembuatan Sertifikat Tanah
di kelurahan tersebut hanya diperkiran mencapai 5% dari keseluruhan komunitas
penduduk. Penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan mereka tentang hal itu dan
tidak ada penyuluhan dari aparat pemerintah tentang bagaimana cara dan proses
pembuatan sertifikat tanah.
Masyarakat Kelurahan Karundang termasuk daerah yang umumnya
berpenghasilan kurang dan masih banyak yang kekurangan. Dimana ha tersebut
salah satu penyebab kurangnya komunitas mereka untuk memikirkan pembuatan
sertifikat tanah karena proses pembuatannya sangat rumit atau segaja dipersulit
oleh pihak yang bersangkutan yang selalu memberatkan mereka dalam pembuatan
sertifikat tanah serta prosesnya yang sangat panjang.
Pasal 19 ayat 4 PP No. 24 tahun 1977 menyebutkan bahwa dalam Peraturan
Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud
dalam ayat 1 diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu
dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
Memahami pasal tersebut bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari
biaya pembuatan sertifikat tanah akan tetapi sebaliknya orang-orang yang mampu
dan memiliki tanah di Kelurahan Karundang juga masih dipersulit dalam pembuatan
sertifikat tanah dengan alasan-alasan yang irrasional apalagi masyarakat yang
tidak mampu.
Masyarakat Kelurahan Karundang dilihat dari segi kepemilikan tanah yang
semuanya memiliki tanah milik adat, akan tetapi dilihat dari segi bukti hak
kepemilikannya masih rendah mereka hanya menggunakan girik bukti kepemilikannya
bukan sertifiakat dan akta sebagai bukti kepemilikan juga masih ditingkat yang
rendah yang dimiliki oleh masyarakat. Hal ini terbukti ketika ada pembebasan
tanah yang menyangkut masyarakat banyak. Mereka banyak masalah ketika hal
tersebut dilakukan Pemerintah.
Padahal dalam ketentuan Peraturan Menteri Agraria / Kepala BPN No. 4
Tahun 1998 Jo No. 6 Tahun 1998 disebutkan bahwa untuk tanah non pertanian yang
lausnya mencapai 200 M2, biaya untuk pembuatan sertifikat tanah hanya
memperoleh 0% x luas tanah x harga dasar dan yang lebih dari 200 M2 – 600 M2
biaya pembuatan sertifikat tanahnya hanya mencapai 2% x luas tanah x harga
dasar. Sedangkan yang lebih dari 600 M2
– 2000 M2, biaya pembuatan sertifikat tanahnya hanya 4% x luas tanah x harga
dasar dan lebih dari 2000 M2, biaya pembuatan sertifikat tanahnya hanya
mencapai 6% x luas tanah x harga dasar.[10]
Pada dasarnya ketentuan tersebut dalam pembuatan sertifikat tanah tidak
lah mahal biayanya dan mampi dijangkau oleh masyarakat banyak khususnya
masyarakat Kelurahan Karundang akan tetapi kalau bicara pakta yang ada dalam
pembuatan sertifikat tanah selalu membengkat harganya dan tidak sesuai dengan
harga tanahnya. Dalam arti kata bahwa harga tanah dengan harga pembuatan
sertifikatnya lebih besar harga pembuatan sertifikatnya dari pada harga
tanahnya. Oleh sebab itulah masyarakat Kelurahan Karundang jarang sekali yang
membuat sertifikat tanah.
Di Kelurahan Karundang tingakt penghasilan masyarakatnya hanyalah
penghasilan buruh dan minim jangankan untuk biaya pembuatans sertifikat tanah
untuk makan sehari-hari juga masih sulit dan hal itu dirasakan oleh masyarakat
Kelurahan Karundang.
Menurut Penulis seharusnya masyarakat Kelurahan Karundang itu dibebaskan
dari biaya proses pembuatan sertifikat tanah karena masyarakatnya tidak mampu
dan rata-rata kepemilikan tanahnya hanya mencapai 600 M2 kebawah dan jarang
yang lebih dari itu. Terkecuali masyarakat luar yang menanamkan sahamnya di
Kelurahan Karundang Kec. Cipocok Jaya Kab. Serang.
Dengan demikian bahwa kendala yang dihadapi oleh masyarakat Kelurahan
Karundang itu sangat banyak sebagaimana telah diuraikan hal tersebut diatas
sehingga masyarakat enggan untuk membuat sertifikat tanahnya dengan alasan
sebagimana hal tersebut diatas.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulam
Tanah merupakan Sesuatu hal yang terpenting dalam kehidupan manusia,
dimana manusia hidup tidak akan terlepas dari masalah tanah dan bumi. Manusia
hidup tidak akan terlepas dari masalah tanah misalnya manusia hidup diatas
tanah, bercocok tanam dan sebagainya. Oleh sebab itu dari uraian PAPER ini
dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa tanah merupakan hal yang urgen dalam
kehidupan manusia dan harus mempunyai perhatian khusus dalam proses pembuatan
haknya, dengan cara didaftarkan dalam sebuah permohonan haknya dan akan
memperoleh bukti atas tanah yang dihakinya.
Dalam proses pembuatan sertifikat tanah yang dilakukan oleh masyarakat
khsususnya masyarakat Kelurahan Karundang banyak kendala yang dihadapi dalam
proses pembuatan sertifikatnya disebabkan ketidak berdayaan masyaakat dalam
masalah finansial yang harus dikeluarkan dalam prosesnya, dengan anggapan bahwa
proses pembuatan sertifikat tanah lebih besar biayanya dibandingkan dengan
harga tanahnya. Asusmsi itu yang berada dalam pemikiran masyarakat pada umumnya
dalam memperoleh sertifikat tanah.
Masyarakat Kelurahan Karundang yang pada umumnya berada digaris
kemiskinan, dimana mereka selalu memikirkan masalah perutnya dibandingkan
dengan masalah hak atas tanah yang ditempatinya.
Dalam pasal 19 ayat 4 PP No. 24
tahun 1977 disebutkan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
Mengacu pada pasal tersebut diatas, seharusnya Pemerintah itu peka
terhadap keadaan yang dirasakan oleh rakyatnya khususnya masyarakat Kelurahan
Karundang. Dimana pemerintah harus membebaskan masyarakat Kelurahan Karundang
dari biaya proses pembuatan sertifikat tanah karena keadaan masyarakat yang
tidak memungkinkan sesuai dengan pasal
tersebut diatas.
Dalam proses pembuatan sertifikat tanah yang dirasakan oleh masyarakat
kelurahan Karundang selalu dipersulit kalau biayanya kecil sehingga satu
sertifikat aja selesainya mencapai tahunan kadang-kadang ada yang sampai tidak
selesai prosesnya dengan alasan dari BPN bahwa persyaratan yang tidak lengkap.
Hal ini selalu dirasakan oleh seluruh masyarakat yang mengajukan permohonan
pengukuran tanahnya dan permohonan sertifikatnya.
Keadaan yang demikian mendorong masyarakat untuk apatis terhadap
pembuatan sertifikat tanah dan menyebabkan tingkat minoritas masyarakat yang
membuat sertifikat tanah yang berada di Kelurahan Karundang kec. Cipocok Jaya
Kabupaten Serang.
B.
Saran – saran
Dengan adanya PAPER ini yang menerangkan tentang Proses Pembuatan
Sertifikat tanah diharapkan membawa manfaat bagi masyarakat khusunya bagi
penulis dan masyarakat Kelurahan Karundang Kec. Cipocok Jaya Kabupaten Serang.
Penulis menyarankan kepada masyarakat untuk mengetahui tentang pentingnya
sertifikat tanah yang dihakinya. Faktor tersebut sangat dominan dan sang urgen
dalam kehidupan manusia, karena semua manusia sangat membutuhkan tanah dalam
kehidupannya dan tingkat poupulasi manusia semakin meningkat tiap tahunnya
sedangkan kedudukan tanahnya tetap dan tidak berubah-rubah serta tidak bertambah
sehingga akan menimbulkan permasalahan dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu
sertifikat tanah sangat urgen bagi manusia yang memilikinya.
Bagi Pemerintah seharusnya membantu masyarakat yang lemah dalam proses
pembuatan sertifikat tanah dan jangan mempersulit proses pembuatan sertifikat
tanah yang dihakinya khsususnya Kantor BPN.
Dalam proses pembuatan sertifikat tanah seharusnya tidak melebihi
ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ kepala BPN
No. 4 tahun 1998 Jo No. 6 tahun 1998.
Dengan adanya PAPER ini diharapkan brmanfaat bagi Mahasiswa khususnya dan
masyarakat pada umumnya. Dan semoga menjadi petunjuk untuk orang-orang yang
akan membuat sertifikat tanah yang dihakinya. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Suardi, SH., MH, Hukum Agraria, Badan Penerbit Iblam,
2005
2.
Prof. DR. H. Suparman Usman, S.H., Hukum Agraria di Indonesia
(Pengantar Bagian Hukum Tanah), Fakultas Hukum UNTIRTA, 2003, Cetakan ke 1
2003.
3.
Prof. R. Subekti, S.H., R. Tjitrosudibio, Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita, 2005.
4.
Soedharyo Soimin, S.H., Status Hak Dan Pembebasan Tanah,
Sinar Grafika, 1993.
5.
Prof. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Penerbit
Djambatan, 2004
6.
Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Indonesia,
Balai Pustaka, 1989.
7.
Tindak Lanjut Pedoman Tata Cara Hak Atas
Tanah Tahun 2002, Penghimpun Penerbit, CV. Novindo Pustaka Mandiri,
Jakarta 2002.
[1] Tanah
ialah “permukaan bumi”, sebagaimana tersebut dalam pasal 4 ayat 1, yang
berbunyi : “ Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang
dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi,
yang disebut tanah.
[2] Suardi,
SH, MH “ HUKUM AGRARIA halaman: 2
[3] HUKUM
AGRARIA, Suardi, SH. MH.
[4]
Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ( LN
TAHUN 1960 NO. 104)
[5] Hukum
Agrarian di Indonesia (Pengantar Bagian Hukum Tanah) hal. 105 , Prof. DR. H.
Suparman Usman, SH.
[6] Status
Hak dan Pembebasan Tanah, Soedharyo Soimin, S.H., hal 1
[7] Hukum
Agraria, Suardi, S.H., M.H.,Hal. 75.
[8]
Syarat-syarat ini berada dalam Map
Permohonan Pengukuran yang berada di BPN Kab./Kota/ propinsi.
[9]
Persyaratan ini diperoleh dari Map Permohonan Sertifikat yang berada di BPN
Kab. Serang.
0 komentar:
Posting Komentar