BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah perkembangan hukum Islam di Indonesia tidak dapat
di pisahkan dari sejarah Islam itu sendiri. Membicarakan hukum Islam samalah
artinya dengan membicarakan Islam sebagai sebuah agama. Benarlah apa yang
dikatakan Joseph Sacht, tidak mungkin
mempelajari Islam tanpa mempelajari hukum Islam. Ini menunjukan bahwa hukum
sebagai sebuah institusi agama memiliki kedudukan yang sangat signifikan.
Dalam kaitannya dengan perkembangan hukum Islam pada masa
antagonistik ini penting untuk dicatat tentang keberadaan UU Perkawinan. Pada
tanggal 16 agustus 1973 pemerintah mengajukan RUU Perkawinan. Sebulan sebelum
diajukannya RUU tersebut timbul reaksi keras dari kalangan ummat Islam.
Rancangan tersebut sangat bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam dan ada anggapan
yang lebih keras lagi, RUU tersebut ingin mengkristenkan Indonesia. Di lembaga
legislatif, FPP adalah praksi yang
paling keras menentang RUU tersebut karena bertentangan dengan fikih
Islam. Kamal Hasan menggambarkan bahwa semua ulama baik dari kalangan
tradisional maupun modernis, dari aceh sampai Jawa Timur menolak RUU tersebut. pada
akhirnya semua pasal-pasal yang dianggap bertentangan dengan hukum Isam
dihapus.
Menarik untuk dicatat dengan disahkannya UU Perkawinan
No. I tahun 1974, hukum Islam memasuki fase baru dengan apa yang disebut fase
taqnin (fase pengundangan). Banyak sekali ketentuan-ketentuan fiqh Islam
tentang perkawinan ditransformasikan ke dalam UU tersebut kendati dengan
modifikasi disan sini.
Perkawinan adalah sunnah nabi, yaitu mencontoh prilaku
Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu bagi pengikut Nabi Muhammad yang baik maka
mereka harus kawin. Selain mencontoh prilaku Nabi Muhammad, perkawinan juga
merupakan kehendak kemanusiaan, kebutuhan rohani dan jasmani.
Perkawinan disyariatkan supaya manusia mempunyai
keterunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia di dunia dan di
akhirat, dibawah naungan cinta kasih dan ridho illahi. Perkawinan disyariatkan
sejak dahulu, dan hal ini banyak sekali terdapat di dalam ayat al-Qur’an
misalnya surat al-Nisa ayat 3 dan surat al-Nur ayat 32. Dalam hal ini ada
perbedaan antara agama Islam dan Agama Katolik dan Kristen, yaitu masalah CERAI
dan POLIGAMI. Salah satu hal yang perlu kita ketahui adalah perbandingan antara
laki-laki dan perempuan, yaitu bahwa orang perempuan itu adalah sebagai jenis
manusia yang paling memerlukan pertolongan dan perlindungan. Oleh karena itu,
di kala perempuan itu kawin, ada 2 hal yang paling ditakuti yaitu soal cerai
dan poligami.
Dalam hal ini menteri mengibaratkan sebagai pesawat
terbang yang telah mempunyai peralatan navigasi yang serba komplit dengan
crewnya yang cukup. Tetapi pesawat itu tidak diperkenankan terbang kalau tidak
dilengakpi dengan’ pntu darurat’, . jadi disamping pintu biasa, pesawat itu
harus memiliki pintu darurat. Oleh karena itu, kalau orang hendak keluar/ masuk
atau naik pesawat terbang harus melalui pintu biasa, jangan melwati pintu
darurat. Kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa, maka pintu darurat itu
dibuka, dankesanalah dengan segala persiapan orang baru keluar dari pesawat
terbang.
Sehubungan dengan itu Menteri menyatakan poligami dan
cerai itu bukan suatu hal yang diperintahkan begitu saja; adanya cerai dan
poligami itu seperti halnya perlu adanyapintu daruratbagi suatu pesawat terbang
untuk memperoleh ijin mengarungi dirgantara. Selanjutnya Menteri mengajak para
anggota dewan untuk “mereka-reka”, pintu darurat itu dalam rancangan Undang –
Undang Perkawinan ini.
0 komentar:
Posting Komentar